Rumah Yang Terang
Judul resensi :
Rumah Yang Terang
Judul buku :
Senyum Karyamin
Pengarang :
Ahmad Tohari
Penerbit :
PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit :
2013
Jumlah halaman : 71
Harga buku :
Rp. 35.000

Sinopsis
Sudah empat tahun listrik
masuk ke kampungnya. Sudah banyak manfaat yang diberikan olehnya. Tapi sinar
bulan tak lagi mampu membuat baying-bayangan pepohonan.
Sebuah tiang lampu tertancap
di depan rumahnya. Bersama dengan teman-teman sesama tiang yang membawa
perubahan pada rumah terdekat. Bedanya yang dibawa kerumahnya hanya celoteh
sengit dua tetangga belakang rumahnya.
Sampai sekian lama rumahnya
tetap gelap. Ayahnya tidak mau pasang listrik. Tetangga mulai berceloteh
tentang ayahnya “Haji Ba kir itu seharusnya berganti nama menjadi Haji Bakhil.
Dia kaya tapi tak mau pasang listrik.
Tentu saja dia khawatir akan keluar banyak duit”.”Tenyu saja Haji Bakir tidak
mau pasang listrik karena tuyul tak suka cahaya terang”.
Ia yang bekerja sebagai
propagandis pemakaian kondom dan spiral bisa saja membayar listrik. Tapi tetap
tak ia lakukan demi ayahnya. Ia sering membujuk. Mengapa aku dan ayah ikut
tidak ikut beramai ramai bersama orang sekampung membunuh bulan?. Pernah ia
katakan, apabila ayah enggan mengeluarkan uang maka akulah yang menanggung
biayanya. Tasbih di tangan ayahnya berhenti berdecik. Ayahnya tersinggung.
“Jadi kamu seperti semua orang mengatakan aku bakhil,dan pelihara tuyul?”. Ia
menyesal.
Ketika ayahnya sakit, beliau
tak mau dirawat di rumah sakit. “Apakah ayah khawatir di rumah sakit nanti ayah
akan dirawat dalam ruangan yang diterangi lampu listrik? Bila demikian aku akan
usahakan agar mereka menyalakan lilin saja khusus bagi ayah.”
Tanggapan ayahnya adalah rasa
tersiggung yang terpancar dari mata beliau yang sudah memucat. Lagi lagi ia
menyesal. “Sudah lah nak, kamu lihat sendiri aku hampir mati. Sepeninggal kun
anti kamu bisa memasang listrik di rumah ini.” Ucapan ayahnya tadi adalah kata
terakhir yang ditujukan kepadanya .
Seratus hari setelah kematian
ayahnya orang-orang bertahlil di rumahnya sudah duduk di bawah lampu neon 20
watt . “Nah lebih enak dengan listrik,ya mas?”. “ayah ku memang tidak suka
listrik. Beliau punya keyakinan hidup dengan listrik akan mengundang keborosan
cahaya. Apabila cahaya dihabiskan semasa hidup maka beliau khawatir tidak aka
nada cahaya bagi nya di alam kubur”. Semua tamu malah menunduk dan ia pun juga
menunduk.
Penokohan :
1. Ia
(Anak dari Haji Bakir) :
Pengertian,terlihat dari kutipan “ayah ku memang tidak suka listrik. Beliau
punya keyakinan hidup dengan listrik akan mengundang keborosan cahaya. Apabila
cahaya dihabiskan semasa hidup maka beliau khawatir tidak aka nada cahaya bagi
nya di alam kubur”
2. Ayah
(Haji Bakir) : Cepat
tersinggung. Terlihat dari sinopsis diatas yang menunjukkan 2x aia merasa
tersinggung oleh perkataan anaknya
Alur : Maju
Keunggulan :
Penulis menyajikan kehidupan pedesaan dan kehidupan orang-orang kecil yang
sederhana. Alur cerita yang sederhana memudahkan pembaca untuk mengerti maksud
penulis.
Manfaat :
Mendapat makna bahwa kita tidak boleh berfikir negatif terhadap orang lain.
Amanat : Setiap orang memiliki alasan untuk setiap
keputusan yang mereka ambil. Sebelum kita mengetahui alasan tersebut maka
sebaiknya tidak berfikiran negatif ataupun mencemooh orang lain.
0 komentar:
Posting Komentar